Kitab 2 Samuel mencatat 40 tahun pemerintahan Raja Daud, dibagi menjadi dua bagian: kejayaan Daud yang meliputi penyatuan kerajaan dan kemenangan militer, serta kesulitan yang diakibatkan oleh dosa pribadi dan tragedi keluarga. Meskipun Daud mengalami puncak kejayaan, ia juga jatuh dalam dosa dengan Batsyeba, yang mengakibatkan konsekuensi tragis dalam keluarganya. Kitab ini menekankan tema kepemimpinan, anugerah, dan konsekuensi dari dosa, serta perjanjian abadi antara Tuhan dan Daud.
Rangkuman Lengkap Kitab 2 Samuel: Puncak Kejayaan dan Kejatuhan Tragis Raja Daud
Pengantar: Memahami Konteks 2 Samuel
Kitab 2 Samuel adalah kelanjutan langsung dari 1 Samuel. Jika 1 Samuel adalah tentang transisi dari hakim ke raja, maka 2 Samuel adalah biografi lengkap pemerintahan salah satu tokoh terbesar dalam Alkitab: Raja Daud. Kitab ini mencatat 40 tahun masa pemerintahannya, sebuah periode yang penuh dengan kemenangan militer, stabilitas politik, berkat rohani, tetapi juga diwarnai oleh dosa pribadi yang menghancurkan dan tragedi keluarga yang memilukan.
Naratifnya dapat dibagi menjadi dua bagian besar yang kontras: kejayaan Daud (pasal 1-10) dan kesulitan Daud (pasal 11-24). Melalui kisah hidupnya, kitab ini mengeksplorasi tema-tema tentang kepemimpinan, anugerah, dosa dan konsekuensinya, serta perjanjian abadi antara Tuhan dan Daud yang akan menjadi fondasi bagi pengharapan akan datangnya Sang Mesias. Membaca 2 Samuel adalah menyelami kompleksitas seorang "pahlawan iman" yang, meskipun diurapi Tuhan, tetaplah seorang manusia yang bisa jatuh.
Bagian 1: Puncak Kejayaan Daud – Penyatuan Kerajaan (Pasal 1-10)
Kisah dimulai dengan kabar duka. Seorang Amalek datang kepada Daud, membawa mahkota dan gelang Saul, mengaku telah membunuh raja yang sekarat itu atas permintaannya. Berharap mendapat imbalan, ia justru mendapat hukuman mati. Daud tidak bersukacita atas kematian musuhnya; sebaliknya, ia merobek pakaiannya dan menggubah sebuah kidung ratapan yang indah untuk Saul dan sahabat terkasihnya, Yonatan.
Atas petunjuk Tuhan, Daud pergi ke Hebron, di mana suku Yehuda mengurapinya menjadi raja atas mereka. Namun, sisa Israel tidak serta-merta mengikutinya. Abner, panglima tentara Saul, mengangkat Isyboset, putra Saul yang tersisa, sebagai raja atas Israel. Perang saudara pun tak terhindarkan antara kubu Daud (dipimpin panglimanya yang setia namun kejam, Yoab) dan kubu Isyboset (dipimpin Abner).
Konflik ini penuh intrik. Setelah berselisih dengan Isyboset, Abner memutuskan untuk membelot dan membawa seluruh Israel ke pihak Daud. Daud menyambutnya, tetapi Yoab, yang menyimpan dendam karena Abner telah membunuh adiknya, Asahel, dalam pertempuran, membunuh Abner dengan tipu muslihat. Tak lama kemudian, Isyboset yang lemah juga dibunuh oleh dua perwiranya sendiri. Daud sekali lagi menunjukkan integritasnya dengan menghukum mati para pembunuh itu.
Dengan tiadanya lagi penerus Saul, semua suku Israel datang kepada Daud di Hebron dan mengurapinya menjadi raja atas seluruh Israel. Langkah pertamanya sebagai raja yang bersatu adalah merebut benteng Yerusalem dari tangan orang Yebus, menjadikannya ibu kota politik dan rohaninya, "Kota Daud".
Puncak dari semua ini adalah ketika Daud memutuskan untuk membawa Tabut Perjanjian ke Yerusalem. Upaya pertama berakhir tragis ketika Uza mati karena menyentuh tabut itu. Tiga bulan kemudian, dengan persiapan yang lebih baik dan sikap hormat yang benar, Daud berhasil membawa Tabut Perjanjian ke Yerusalem. Ia menari-nari di hadapan Tuhan dengan segenap kekuatannya, sebuah ekspresi sukacita yang tulus, meskipun istrinya, Mikhal (putri Saul), memandangnya rendah karena itu.
Setelah mendirikan kerajaannya, Daud ingin membangun sebuah rumah (Bait Suci) bagi Tuhan. Namun, melalui nabi Natan, Tuhan justru memberikan janji yang jauh lebih besar. Tuhanlah yang akan membangun "rumah" bagi Daud—sebuah dinasti dan kerajaan yang akan kokoh selamanya. Inilah yang dikenal sebagai Perjanjian Daud, sebuah janji kekal yang menjadi dasar pengharapan Mesianik di Israel.
Masa ini adalah puncak kejayaan Daud. Ia mengalahkan semua musuh Israel di sekitarnya—Filistin, Moab, Aram, Edom—dan memperluas kerajaannya. Ia juga menunjukkan kebaikan hatinya dengan mencari Mefiboset, putra Yonatan yang timpang, dan memberinya tempat terhormat di istananya demi mengingat janjinya kepada Yonatan.
Bagian 2: Dosa, Penderitaan, dan Pemberontakan (Pasal 11-20)
Namun, di puncak kekuasaannya, Daud melakukan dosa yang menghancurkan. Saat pasukannya berperang, Daud justru tinggal di istana. Suatu sore, ia melihat seorang perempuan cantik sedang mandi, yaitu Batsyeba, istri Uria, salah seorang prajuritnya yang paling setia. Daud menidurinya, dan Batsyeba pun hamil.
Untuk menutupi dosanya, Daud memanggil Uria pulang dari medan perang, berharap ia akan tidur dengan istrinya. Namun, Uria menunjukkan integritas yang luar biasa dan menolak untuk menikmati kenyamanan rumah sementara rekan-rekannya berperang. Gagal dengan rencananya, Daud mengirim surat rahasia melalui tangan Uria sendiri kepada Yoab, memerintahkan agar Uria ditempatkan di garis depan pertempuran yang paling sengit lalu ditinggalkan agar ia tewas. Rencana keji itu berhasil. Uria gugur, dan Daud pun mengambil Batsyeba menjadi istrinya.
Tuhan tidak berkenan. Ia mengutus nabi Natan untuk menegur Daud melalui sebuah perumpamaan tentang orang kaya yang merampas satu-satunya anak domba milik orang miskin. Daud marah mendengar cerita itu dan menuntut keadilan, lalu Natan berkata, "Engkaulah orang itu!" Daud segera hancur hati dan mengakui dosanya. Meskipun Tuhan mengampuninya, konsekuensinya tetap mengerikan. Natan menubuatkan bahwa "pedang tidak akan pernah menyingkir dari keturunanmu" dan malapetaka akan datang dari dalam keluarganya sendiri. Anak yang dilahirkan Batsyeba pun meninggal.
Nubuat itu mulai tergenapi dengan cepat. Putra sulung Daud, Amnon, memperkosa saudara tirinya, Tamar. Daud marah, tetapi tidak mengambil tindakan apa pun. Kakak Tamar, Absalom, menyimpan dendam. Dua tahun kemudian, ia membunuh Amnon dan melarikan diri ke pengasingan.
Setelah tiga tahun, melalui campur tangan Yoab, Absalom diizinkan kembali ke Yerusalem. Namun, selama empat tahun berikutnya, ia secara diam-diam merebut hati rakyat Israel dengan pesonanya. Ia kemudian mengangkat dirinya sebagai raja di Hebron, memulai sebuah pemberontakan besar yang memaksa Daud, raja yang perkasa itu, melarikan diri dari Yerusalem.
Pelarian Daud adalah masa yang penuh penderitaan dan penghinaan, namun juga menunjukkan imannya yang kembali pulih. Akhirnya, terjadilah pertempuran antara pasukan Absalom dan pasukan Daud yang setia. Pasukan Absalom kalah telak. Saat melarikan diri, rambut Absalom yang panjang tersangkut di dahan pohon, membuatnya tergantung. Meskipun Daud telah berpesan agar pasukannya memperlakukan Absalom dengan lunak, Yoab tanpa ampun membunuhnya dengan tiga tombak. Kabar kematian Absalom membuat Daud sangat terpukul, ratapannya yang terkenal, "Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom!" menunjukkan betapa dalamnya luka di keluarganya.
Bagian 3: Epilog – Catatan Penutup Pemerintahan Daud (Pasal 21-24)
Bagian akhir kitab ini berfungsi seperti lampiran yang merangkum sisa pemerintahan Daud. Isinya tidak tersusun secara kronologis, melainkan tematis. Di sini diceritakan tentang bencana kelaparan, kisah-kisah kepahlawanan para prajurit Daud, serta dua kidung pujian Daud kepada Tuhan.
Kitab ini ditutup dengan satu kesalahan besar Daud lagi. Karena dorongan kecongkakan, ia memerintahkan Yoab untuk mengadakan sensus atau perhitungan jumlah prajurit di Israel, sebuah tindakan yang menunjukkan bahwa ia lebih mengandalkan kekuatan militer daripada Tuhan. Akibatnya, Tuhan murka dan memberikan tiga pilihan hukuman. Daud memilih tulah sampar selama tiga hari. Setelah 70.000 orang tewas, Daud bertobat. Ia membeli sebuah tempat pengirikan milik Arauna, orang Yebus, mendirikan mezbah di sana, dan mempersembahkan kurban. Tulah pun berhenti. Lokasi inilah yang di kemudian hari akan menjadi tempat Salomo membangun Bait Suci yang megah.
Dengan demikian, kitab 2 Samuel berakhir, meninggalkan Daud sebagai raja yang tua, kerajaannya aman, tetapi keluarganya hancur. Kisahnya adalah pelajaran abadi tentang bagaimana bahkan seorang pemimpin besar pun bisa jatuh, namun anugerah Tuhan tetap bekerja untuk menggenapi rencana-Nya yang kekal.
Kitab 1 Tawarikh ditulis setelah kembalinya bangsa Israel dari pembuangan, berfungsi untuk meneguhkan identitas dan harapan mereka. Fokus utama adalah garis keturunan yang sah, penggambaran Daud sebagai raja ideal, dan pentingnya pembangunan Bait Suci. Silsilah yang panjang menegaskan identitas bangsa, sementara narasi tentang pemerintahan Daud menunjukkan persatuan dan ibadah yang benar sebagai dasar harapan bagi masa depan Israel.
Kitab 1 Samuel mencatat transisi dari kepemimpinan hakim ke monarki di Israel, berfokus pada tokoh-tokoh utama seperti Samuel, Saul, dan Daud. Samuel, sebagai nabi dan hakim terakhir, memimpin Israel melawan Filistin. Saul, raja pertama, ditolak Tuhan karena ketidaktaatan, sementara Daud, yang diurapi sebagai raja baru, menghadapi berbagai tantangan dan pengkhianatan sebelum Saul tewas dalam pertempuran, membuka jalan bagi Daud untuk naik takhta.
Kitab 1 Raja-Raja mencatat sejarah Israel dari pemerintahan Raja Daud hingga pelayanan Nabi Elia, menggambarkan kemegahan dan perpecahan kerajaan. Raja Salomo memimpin Israel ke puncak kejayaan dengan membangun Bait Suci, tetapi ketidaktaatannya menyebabkan kemarahan Tuhan dan perpecahan kerajaan setelah kematiannya. Kerajaan terpecah menjadi Israel dan Yehuda, dengan konflik dan kemerosotan rohani yang mendominasi. Nabi Elia muncul untuk menantang penyembahan Baal yang dipromosikan oleh Raja Ahab dan Izebel, culminating in a dramatic confrontation on Mount Carmel.