Kitab Habakuk adalah dialog antara nabi Habakuk dan Allah mengenai kejahatan dan keadilan ilahi. Habakuk mengeluhkan ketidakadilan di Yehuda dan mempertanyakan mengapa Allah menggunakan bangsa Babel yang lebih jahat untuk menghukum mereka. Allah menjawab bahwa keadilan-Nya akan datang meski tertunda, dan orang yang benar akan hidup oleh iman. Kitab ini berakhir dengan Habakuk yang mengubah keluhannya menjadi doa, memilih untuk bersukacita dalam Tuhan meskipun menghadapi kehancuran total.
Rangkuman Lengkap Kitab Habakuk: Dari Keluhan Menuju Iman
Kitab Habakuk adalah salah satu kitab nabi-nabi kecil yang paling unik dalam Perjanjian Lama. Kitab ini tidak berisi pesan langsung dari Allah kepada umat, melainkan sebuah dialog yang jujur dan penuh gairah antara sang nabi dengan Allah. Ini adalah catatan perjalanan iman seseorang yang bergulat dengan masalah kejahatan dan keadilan ilahi (teodisi).
BAGIAN 1: Wawasan Singkat Kitab Habakuk
Berikut adalah poin-poin penting untuk memahami konteks dan inti dari Kitab Habakuk:
Penulis dan Latar Belakang: Nabi Habakuk. Sangat sedikit yang diketahui tentangnya, tetapi gaya tulisannya yang puitis dan catatan musik di akhir (3:19) membuat beberapa ahli percaya bahwa ia mungkin seorang musisi Bait Suci atau nabi yang terkait dengan liturgi di Yerusalem.
Waktu Penulisan: Diperkirakan ditulis sesaat sebelum invasi pertama Babel ke Yehuda (Kerajaan Selatan), sekitar 610-605 SM. Ini adalah masa pemerintahan Raja Yoyakim yang jahat, di mana ketidakadilan sosial merajalela di Yehuda, dan kekaisaran Asyur baru saja runtuh digantikan oleh ancaman baru: Orang Kasdim (Bangsa Babel/Neo-Babilonia).
Struktur dan Inti Cerita: Kitab ini adalah sebuah drama teologis dalam tiga babak:
Dialog Keluhan (Pasal 1): Habakuk mengajukan dua keluhan.
Keluhan 1: "TUHAN, mengapa Engkau membiarkan kejahatan dan penindasan merajalela di Yehuda?"
Jawaban TUHAN: "Aku sedang bertindak. Aku membangkitkan Orang Kasdim (Babel) untuk menghukum Yehuda."
Keluhan 2: "Apa? Babel lebih jahat dari kami! Bagaimana Engkau yang Mahasuci bisa memakai bangsa biadab itu sebagai alat-Mu?"
Jawaban dan Peringatan (Pasal 2): TUHAN menjawab keluhan kedua.
TUHAN memberikan ayat inti: Orang sombong akan gagal, "tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya." (2:4b).
TUHAN mengucapkan lima "Celaka!" (Woe Oracles) atas Babel atas keserakahan, kekerasan, dan penyembahan berhalanya.
Doa dan Pujian (Pasal 3): Keluhan Habakuk berubah menjadi doa.
Habakuk mengingat kuasa TUHAN di masa lalu (seperti saat Eksodus).
Ia menutup dengan pernyataan iman yang luar biasa, memilih untuk bersukacita di dalam TUHAN sekalipun segala sesuatu hancur.
Tokoh Kunci yang Disebut:
TUHAN (YHWH): Allah yang berdaulat, yang tindakannya dipertanyakan oleh Habakuk namun pada akhirnya dipercaya.
Habakuk: Nabi yang bingung dan jujur, yang menuntut jawaban dari Allah.
Orang Kasdim (Bangsa Babel): Bangsa yang "garang dan tangkas" (1:6) yang dipakai TUHAN sebagai alat penghukuman, sebelum akhirnya mereka sendiri akan dihukum.
Ayat Kunci:
Habakuk 1:13a: "Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman." (Inti keluhan Habakuk).
Habakuk 2:4b: "...tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya." (Ayat ini menjadi dasar teologi Rasul Paulus tentang iman dalam Roma 1:17).
Habakuk 3:17-18: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah... namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Puncak resolusi iman Habakuk).
Hikmah (Perspektif Katolik): Kitab Habakuk adalah teladan agung tentang iman yang bergumul. Kitab ini mengajarkan bahwa keraguan yang jujur bukanlah lawan dari iman; adalah sah untuk membawa kebingungan dan kemarahan kita kepada Allah dalam doa. Habakuk 2:4b, yang dikutip dalam Surat kepada Orang Ibrani (Ibr 10:38), menegaskan bahwa iman (percaya) adalah cara untuk bertahan dalam kesetiaan di tengah masa-masa sulit, percaya pada janji Allah bahkan ketika itu belum terlihat.
BAGIAN 2: Rangkuman Naratif Isi Kitab
Kitab Habakuk tidak dimulai dengan "Beginilah firman TUHAN," melainkan dengan seruan putus asa dari sang nabi sendiri. Habakuk berseru kepada TUHAN dari tengah-tengah masyarakat Yehuda yang telah runtuh secara moral. "Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar?" (Habakuk 1:2). Ia melihat kekerasan, penindasan, dan ketidakadilan merajalela di sekitarnya. Hukum telah tumpul dan orang benar dikepung oleh orang fasik. Ia pada dasarnya bertanya, "TUHAN, di manakah Engkau?"
Secara mengejutkan, TUHAN menjawab keluhan pertama ini. Ia berkata bahwa Ia sedang melakukan sesuatu yang begitu luar biasa sehingga Habakuk tidak akan percaya jika diberitahukan. TUHAN menyatakan bahwa Ia sedang "membangkitkan Orang Kasdim" (Bangsa Babel) (Habakuk 1:6). TUHAN menggambarkan mereka sebagai bangsa yang garang, tangkas, dan menakutkan, yang menyapu bumi, menertawakan raja-raja, dan menjadikan kekuatan mereka sendiri sebagai dewa mereka. Merekalah yang akan datang dan menghukum Yehuda atas dosa-dosanya.
Jawaban ini, alih-alih menenangkan Habakuk, justru membuatnya semakin ngeri. Ini melahirkan keluhan kedua yang lebih mendalam. "Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus?" (Habakuk 1:12). Habakuk memprotes: ia setuju Yehuda berdosa, tetapi bagaimana mungkin Allah yang "mata-Nya terlalu suci untuk melihat kejahatan" (Habakuk 1:13) bisa memakai bangsa yang jauh lebih jahat, biadab, dan penyembah berhala untuk melaksanakan keadilan-Nya? Ia menggambarkan Babel sebagai nelayan kejam yang menjaring bangsa-bangsa seperti ikan dan kemudian mempersembahkan korban kepada jaringnya sendiri. Setelah mengajukan protes teologis ini, Habakuk mengambil sikap seorang penjaga di menara, "berjaga-jaga untuk menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku." (Habakuk 2:1).
TUHAN kemudian memberikan jawaban-Nya yang kedua, yang menjadi inti dari kitab ini. Ia memerintahkan Habakuk untuk "Tuliskanlah penglihatan itu... supaya orang sambil lalu dapat membacanya." (Habakuk 2:2). Penglihatan itu adalah tentang waktu: keadilan ilahi mungkin terlihat tertunda, tetapi ia "bergegas menuju kesudahannya... nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang." (Habakuk 2:3). Kemudian TUHAN memberikan prinsipnya yang abadi: Orang sombong (Babel) tidak akan bertahan, "tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya." (Habakuk 2:4). Keselamatan dan ketahanan di tengah kekacauan tidak datang dari pemahaman penuh, tetapi dari iman yang teguh kepada karakter Allah. Sisa pasal kedua berisi lima seruan "Celaka!" yang ditujukan kepada Babel, merinci dosa-dosa yang akan membuat mereka jatuh: keserakahan (merampas yang bukan miliknya), membangun kekayaan di atas ketidakadilan, membangun kota dengan darah, mempermalukan tetangganya, dan kebodohan menyembah berhala yang bisu. Pasal ini ditutup dengan kontras yang kuat: "Tetapi TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!" (Habakuk 2:20).
Setelah menerima jawaban Allah, nada bicara Habakuk berubah total di pasal ketiga. Keluhan dan protesnya kini menjadi sebuah doa—sebuah mazmur yang agung "menurut lagu ratapan." Habakuk gemetar mendengar tentang penghakiman yang akan datang, tetapi ia berdoa agar TUHAN mengingat belas kasihan-Nya. Ia kemudian mengenang kembali perbuatan-perbuatan TUHAN yang dahsyat di masa lalu, melukiskan-Nya sebagai Pejuang Ilahi yang datang dari Sinai, yang kuasa-Nya membuat gunung-gunung hancur dan bumi berguncang saat Ia datang untuk menyelamatkan umat-Nya. Mengingat kuasa Allah di masa lalu memberinya kekuatan untuk menghadapi masa depan. Kitab ini ditutup dengan salah satu pernyataan iman paling kuat di seluruh Alkitab. Habakuk membayangkan skenario terburuk: invasi Babel telah menghancurkan segalanya. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang..." (Habakuk 3:17). Ini adalah kehancuran total. "...NAMUN," ia menyimpulkan, "aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:18). Imannya telah beralih dari menuntut jawaban menjadi percaya penuh kepada pribadi Allah, apa pun situasinya.
Kitab 1 Tawarikh ditulis setelah kembalinya bangsa Israel dari pembuangan, berfungsi untuk meneguhkan identitas dan harapan mereka. Fokus utama adalah garis keturunan yang sah, penggambaran Daud sebagai raja ideal, dan pentingnya pembangunan Bait Suci. Silsilah yang panjang menegaskan identitas bangsa, sementara narasi tentang pemerintahan Daud menunjukkan persatuan dan ibadah yang benar sebagai dasar harapan bagi masa depan Israel.
Kitab 1 Samuel mencatat transisi dari kepemimpinan hakim ke monarki di Israel, berfokus pada tokoh-tokoh utama seperti Samuel, Saul, dan Daud. Samuel, sebagai nabi dan hakim terakhir, memimpin Israel melawan Filistin. Saul, raja pertama, ditolak Tuhan karena ketidaktaatan, sementara Daud, yang diurapi sebagai raja baru, menghadapi berbagai tantangan dan pengkhianatan sebelum Saul tewas dalam pertempuran, membuka jalan bagi Daud untuk naik takhta.
Kitab 1 Raja-Raja mencatat sejarah Israel dari pemerintahan Raja Daud hingga pelayanan Nabi Elia, menggambarkan kemegahan dan perpecahan kerajaan. Raja Salomo memimpin Israel ke puncak kejayaan dengan membangun Bait Suci, tetapi ketidaktaatannya menyebabkan kemarahan Tuhan dan perpecahan kerajaan setelah kematiannya. Kerajaan terpecah menjadi Israel dan Yehuda, dengan konflik dan kemerosotan rohani yang mendominasi. Nabi Elia muncul untuk menantang penyembahan Baal yang dipromosikan oleh Raja Ahab dan Izebel, culminating in a dramatic confrontation on Mount Carmel.