Kitab Hosea adalah karya sastra yang menggambarkan hubungan antara Allah dan Israel melalui perumpamaan pernikahan nabi Hosea dengan Gomer, yang melambangkan ketidaksetiaan Israel. Kitab ini menyoroti latar belakang sejarah, konteks penulisan, dan tokoh-tokoh utama, serta inti teologis tentang dosa, keadilan, dan kasih setia Allah. Melalui serangkaian tuduhan dan peringatan, Allah mengajak Israel untuk bertobat dan menjanjikan pemulihan jika mereka kembali kepada-Nya.
Kitab Hosea adalah yang pertama dari dua belas Nabi Kecil dan merupakan salah satu karya sastra paling pribadi dan emosional dalam Perjanjian Lama. Kitab ini menggunakan tragedi pernikahan sang nabi sebagai perumpamaan hidup (living parable) untuk melukiskan hubungan yang hancur antara Allah (Sang Suami yang setia) dan Israel (umat-Nya yang tidak setia).
BAGIAN 1: Wawasan Kunci Kitab Hosea
Bagian ini berisi poin-poin penting untuk memahami konteks dan pesan utama Kitab Hosea.
Latar Belakang Sejarah: Hosea bernubuat kepada Kerajaan Utara (Israel, sering disebut "Efraim" atau "Samaria") pada pertengahan abad ke-8 SM (sekitar 750-725 SM). Ini adalah masa kemakmuran materi yang dangkal namun diiringi kekacauan politik (raja silih berganti dibunuh) dan kerusakan rohani yang parah. Israel telah meninggalkan YHWH untuk menyembah Baal (dewa kesuburan Kanaan).
Waktu Penulisan: Ditulis sesaat sebelum kejatuhan Kerajaan Utara ke tangan Asyur pada tahun 722 SM. Nubuat Hosea adalah peringatan terakhir.
Genre: Sastra Kenabian. Sangat puitis, emosional, dan menggunakan metafora pernikahan yang kuat.
Tokoh-Tokoh Utama:
Hosea: Nabi yang dipanggil Allah untuk menjalankan tugas yang menyakitkan secara pribadi.
Gomer (binti Diblaim): Istri Hosea, yang diperintahkan Allah untuk dinikahi. Ketidaksetiaannya (perzinaan) melambangkan penyembahan berhala Israel.
Yizreel: Anak pertama. Namanya berarti "Allah menabur" atau "penghukuman," merujuk pada pertumpahan darah di Lembah Yizreel.
Lo-Ruhama: Anak kedua. Namanya berarti "Tidak Dikasihani" atau "Tidak Disayangi," menandakan penarikan belas kasihan Allah.
Lo-Ami: Anak ketiga. Namanya berarti "Bukan Umat-Ku," menandakan rusaknya hubungan perjanjian (kovenan).
TUHAN (YHWH): Digambarkan sebagai Suami yang dikhianati, patah hati, namun tetap setia dan rindu untuk memulihkan istri-Nya.
Israel (Efraim/Samaria): "Istri" YHWH yang tidak setia, yang mengejar kekasih lain (Baal dan persekutuan politik dengan Asyur/Mesir).
Inti Teologi:
Dosa sebagai Perzinaan Rohani: Penyembahan berhala bukanlah sekadar kesalahan teologis; itu adalah pengkhianatan pribadi terhadap Allah yang telah mengikat perjanjian dengan Israel.
Keadilan vs. Belas Kasihan: Allah harus menghukum ketidaksetiaan (keadilan), tetapi hati-Nya hancur karena Ia tetap mengasihi umat-Nya (belas kasihan).
Hesed (Kasih Setia): Ini adalah kata kunci. Hesed adalah kasih kovenan yang gigih, setia, dan tak bersyarat. Inilah yang Allah miliki untuk Israel, dan inilah yang Allah inginkan dari umat-Nya.
Pengenalan akan Allah: Masalah utama Israel adalah kurangnya "pengenalan akan Allah" (Hosea 4:6), yang bukan sekadar pengetahuan intelektual, tetapi keintiman relasional yang setia.
Ayat-Ayat Kunci:
Hosea 2:19-20 (TB 2:21-22): "Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan belas kasihan. Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN."
Hosea 6:6: "Sebab Aku menyukai kasih setia (Hesed), dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari korban-korban bakaran."
Hosea 11:8-9: "Masakan Aku membiarkan engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel? ... Hati-Ku berbalik dalam diri-Ku, belas kasihan-Ku bangkit serentak. ... sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk menghanguskan."
Hosea 14:4 (TB 14:5): "Aku akan memulihkan mereka dari penyelewengan, Aku akan mengasihi mereka dengan sukarela, sebab murka-Ku telah surut dari pada mereka."
BAGIAN 2: Rangkuman Naratif Isi Kitab
Berikut adalah alur cerita Kitab Hosea, dirangkum secara naratif.
Bab 1–3: Pernikahan yang Hancur (Simbol PataH Hati Allah)
Kisah Hosea dimulai dengan perintah ilahi yang mengejutkan. Allah berfirman kepada nabinya, "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan lahirkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat, meninggalkan TUHAN." Hosea taat. Ia menikahi Gomer binti Diblaim, yang melambangkan bangsa Israel yang tidak setia.
Pernikahan ini menghasilkan tiga orang anak yang nama-namanya adalah nubuat berjalan. Anak pertama, Yizreel, adalah tanda penghukuman atas kekejaman dinasti yang berkuasa. Anak kedua adalah perempuan, Lo-Ruhama, yang artinya "Tidak Dikasihani," menandakan bahwa kesabaran Allah telah habis. Anak ketiga, Lo-Ami, artinya "Bukan Umat-Ku," sebuah pernyataan tragis bahwa perjanjian itu telah putus; Allah menarik pengakuan-Nya atas Israel.
Gomer kemudian meninggalkan Hosea. Ia kembali ke kehidupan lamanya, mengejar kekasih-kekasih lain (melambangkan Israel yang mengejar dewa-dewa Baal dan bergantung pada kekuatan politik Asyur dan Mesir). Hubungan itu hancur total. Namun, Allah memberi perintah kedua yang lebih mengejutkan (Bab 3): "Pergilah lagi, cintailah perempuan itu, sekalipun ia suka bersundal dan berbuat zina." Hosea harus mencari Gomer, yang kini mungkin telah menjadi budak atau pelacur, dan membelinya kembali. Hosea menebus istrinya yang tidak setia, membawanya pulang, dan menempatkannya dalam masa "pendinginan" sebelum hubungan pernikahan dapat dipulihkan sepenuhnya. Tindakan ini adalah gambaran paling jelas dari Hesed (kasih setia) Allah: meskipun Israel telah mengkhianati-Nya, Allah sendiri yang akan membayar harga untuk menebus mereka kembali.
Bab 4–10: Tuduhan dan Peringatan Keras (Realitas Dosa Israel)
Setelah menetapkan metafora pernikahan yang hancur, kitab ini beralih ke serangkaian seruan dan tuduhan profetik. Hosea, atas nama TUHAN, bertindak seolah-olah di ruang pengadilan, membeberkan dosa-dosa Israel.
Tuduhan utamanya dirangkum dalam Hosea 4:1: "Tidak ada kesetiaan, tidak ada kasih, dan tidak ada pengenalan akan Allah di negeri ini." Para imam disalahkan karena gagal mengajar umat (Hos 4:6), para raja disalahkan karena memimpin dalam penyembahan berhala (patung anak lembu di Samaria), dan rakyat disalahkan karena menikmati perzinaan rohani tersebut.
Ibadah mereka di tempat-tempat suci (Gilgal dan Betel) hanyalah kepura-puraan. Allah mengecam ritual keagamaan mereka yang kosong. Dalam salah satu ayat paling terkenal, Allah berfirman, "Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan" (Hos 6:6). Israel digambarkan sebagai "kue yang tidak dibalik"—hangus di satu sisi (terlalu terlibat dengan bangsa asing) namun mentah di sisi lain (imannya tidak matang). Mereka seperti "merpati tolol" yang terbang ke Mesir dan Asyur untuk mencari bantuan politik, alih-alih kembali kepada Allah mereka. Karena penolakan yang terus-menerus ini, hukuman tidak dapat dihindari. Musuh dari utara (Asyur) akan datang seperti rajawali dan menerkam mereka.
Bab 11–13: Hati Allah yang Berduka (Penderitaan Sang Pengasih)
Di tengah-tengah rentetan penghukuman, nada kitab ini tiba-tiba berubah menjadi sangat pribadi dan penuh duka. Allah berhenti berbicara tentang Israel dan mulai berbicara sebagai Orang Tua yang patah hati.
Dalam Bab 11, Allah mengenang masa lalu dengan penuh kasih: "Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu." Allah menggambarkan diri-Nya seperti seorang ayah yang mengajar anaknya (Efraim) berjalan, yang mengangkatnya ke pipi-Nya, yang membungkuk untuk memberinya makan. Namun, semakin Ia memanggil, semakin mereka pergi menyembah Baal.
Saat Allah merenungkan hukuman (pembuangan ke Asyur) yang harus Ia jatuhkan, hati-Nya sendiri hancur. Ia berseru dalam pergulatan batin, "Masakan Aku membiarkan engkau, hai Efraim? Masakan Aku menyerahkan engkau, hai Israel? ... Hati-Ku berbalik dalam diri-Ku, belas kasihan-Ku bangkit serentak." Allah menegaskan bahwa Ia akan menghukum, tetapi Ia melakukannya bukan dengan kemarahan manusia, melainkan dengan kesedihan ilahi, karena "Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu." Kasih-Nya pada akhirnya akan menang atas murka-Nya.
Bab 14: Panggilan Terakhir untuk Kembali (Harapan Pemulihan)
Kitab Hosea tidak berakhir dengan kehancuran, tetapi dengan undangan yang lembut. Setelah semua ancaman dan ratapan, Bab 14 adalah panggilan terakhir untuk pertobatan. "Bertobatlah, hai Israel, kepada TUHAN, Allahmu," seru sang nabi.
Hosea mendesak Israel untuk datang kepada Allah hanya dengan kata-kata pertobatan yang tulus, mengakui bahwa berhala ("buatan tangan kami") dan kekuatan militer ("Asyur tidak dapat menyelamatkan kami") adalah sia-sia.
Jika mereka kembali, Allah berjanji akan memulihkan mereka "dengan sukarela." Murka-Nya akan surut. Alih-alih kekeringan akibat penghakiman, Allah berjanji akan menjadi "seperti embun bagi Israel." Bangsa itu akan dipulihkan dan digambarkan akan "berbunga seperti bunga bakung" dan "bertunas seperti pohon anggur." Kitab ini ditutup dengan sebuah catatan hikmat, yang merangkum seluruh pesan: "Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini... sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus."
Kitab 1 Tawarikh ditulis setelah kembalinya bangsa Israel dari pembuangan, berfungsi untuk meneguhkan identitas dan harapan mereka. Fokus utama adalah garis keturunan yang sah, penggambaran Daud sebagai raja ideal, dan pentingnya pembangunan Bait Suci. Silsilah yang panjang menegaskan identitas bangsa, sementara narasi tentang pemerintahan Daud menunjukkan persatuan dan ibadah yang benar sebagai dasar harapan bagi masa depan Israel.
Kitab 1 Samuel mencatat transisi dari kepemimpinan hakim ke monarki di Israel, berfokus pada tokoh-tokoh utama seperti Samuel, Saul, dan Daud. Samuel, sebagai nabi dan hakim terakhir, memimpin Israel melawan Filistin. Saul, raja pertama, ditolak Tuhan karena ketidaktaatan, sementara Daud, yang diurapi sebagai raja baru, menghadapi berbagai tantangan dan pengkhianatan sebelum Saul tewas dalam pertempuran, membuka jalan bagi Daud untuk naik takhta.
Kitab 1 Raja-Raja mencatat sejarah Israel dari pemerintahan Raja Daud hingga pelayanan Nabi Elia, menggambarkan kemegahan dan perpecahan kerajaan. Raja Salomo memimpin Israel ke puncak kejayaan dengan membangun Bait Suci, tetapi ketidaktaatannya menyebabkan kemarahan Tuhan dan perpecahan kerajaan setelah kematiannya. Kerajaan terpecah menjadi Israel dan Yehuda, dengan konflik dan kemerosotan rohani yang mendominasi. Nabi Elia muncul untuk menantang penyembahan Baal yang dipromosikan oleh Raja Ahab dan Izebel, culminating in a dramatic confrontation on Mount Carmel.