Kitab Kebijaksanaan Salomo adalah kitab dalam Alkitab Perjanjian Lama (golongan kanon Katolik) yang berisi nasihat tentang hidup bijak, keadilan, dan kebenaran. Meskipun disebut "Salomo", kitab ini kemungkinan besar ditulis oleh seorang Yahudi di Alexandria sekitar abad pertama sebelum Masehi, yang menggunakan nama Salomo untuk memberikan otoritas pada tulisannya, bukan oleh Raja Salomo sendiri.
BAGIAN 1: Wawasan Singkat Kitab Kebijaksanaan Salomo
Bagian ini berisi poin-poin penting sebagai pengantar untuk memahami konteks dan isi kitab ini.
Nama Kitab: Kitab Kebijaksanaan Salomo (atau Wisdom of Solomon).
Penulis & Waktu Penulisan:
Meskipun secara tradisional diatribusikan kepada Raja Salomo (sekitar 970-931 SM) karena ia berbicara dalam persona Salomo, para ahli biblika (termasuk Katolik) sepakat bahwa kitab ini ditulis oleh seorang Yahudi Helenistik (Yahudi yang hidup dalam budaya Yunani) yang tidak dikenal namanya.
Kemungkinan besar ditulis di Alexandria, Mesir, sekitar abad pertama sebelum Masehi (100-30 SM).
Kanonisitas: Kitab ini termasuk dalam kanon Deuterokanonika. Kitab ini diterima sebagai bagian dari Alkitab oleh Gereja Katolik dan Ortodoks, namun umumnya tidak termasuk dalam kanon Protestan atau Yahudi.
Bahasa Asli: Ditulis dalam bahasa Yunani Koine, bukan Ibrani.
Inti Cerita/Tema Utama:
Keunggulan Hikmat: Hikmat (Kebijaksanaan) adalah yang utama. Ia berasal dari Allah, bersifat ilahi, dan merupakan panduan untuk hidup benar.
Kontras Takdir: Perbedaan nasib yang kekal antara orang benar (yang mencari hikmat) dan orang fasik (yang menolaknya).
Keadilan Allah dalam Sejarah: Menunjukkan bagaimana Allah (melalui Hikmat-Nya) telah membimbing umat-Nya (Israel) dan menghukum musuh-musuh-Nya (Mesir) secara adil.
Tokoh-Tokoh Kunci (Langsung atau Disebut):
Salomo (Narator/Persona)
Orang Fasik (Arketipe/Perumpamaan)
Orang Benar (Arketipe/Perumpamaan)
Hikmat (Personifikasi Kebijaksanaan Ilahi)
Tokoh Sejarah (digunakan sebagai contoh): Adam, Kain, Nuh, Abraham, Lot, Musa, Orang Israel (Umat Allah), Orang Mesir (termasuk Firaun).
Ayat Kunci (Mengacu pada Alkitab Deuterokanonika):
Keb 1:13: "Sebab Allah tidak mengadakan maut, dan Iapun tidak bersukacita atas kebinasaan orang hidup."
Keb 3:1: "Tetapi jiwa orang benar ada di tangan Allah, dan siksaan tidak akan menimpa mereka."
Keb 7:25-26: (Tentang Hikmat) "Ia adalah nafas kekuatan Allah dan pancaran murni kemuliaan Yang Mahakuasa... Ia adalah cahaya abadi, cermin tak bernoda kegiatan Allah, dan gambar kebaikan-Nya."
Keb 9:9: "Hikmat ada bersama-sama Engkau, ia mengenal segala pekerjaan-Mu. Ia hadir, ketika Engkau menjadikan jagat raya, dan ia tahu apa yang berkenan di mata-Mu..."
Hikmah Utama:
Kebenaran dan hikmat membawa kepada keabadian (immortalitas/hidup kekal). Kejahatan adalah jalan menuju kebinasaan.
Penderitaan orang benar di dunia bersifat sementara dan merupakan ujian (seperti emas diuji dalam api), yang akan diganjar dengan kemuliaan abadi.
Hikmat sejati bukanlah sekadar pengetahuan, melainkan partisipasi dalam karakter Allah yang kudus, yang hanya dapat diperoleh dengan memintanya kepada Allah.
BAGIAN 2: Rangkuman Naratif Isi Kitab
Kitab ini dibagi menjadi tiga bagian utama yang mengalir secara logis: Kontras takdir orang benar dan fasik, pujian Salomo akan Hikmat, dan bukti karya Hikmat dalam sejarah.
Bagian Pertama: Takdir Orang Benar dan Orang Fasik (Pasal 1-6)
Kitab ini dibuka dengan seruan penulis (dalam persona Salomo) kepada para penguasa dunia untuk mencintai kebenaran dan mencari Allah. Ia segera mempertentangkan dua jalan hidup. Di satu sisi, ada Orang Fasik. Mereka adalah kaum materialis yang percaya bahwa hidup ini singkat, kebetulan, dan berakhir pada kematian total. Karena tidak ada penghakiman setelah kematian, mereka memutuskan untuk menikmati hidup dengan menindas orang lemah, terutama Orang Benar. Orang Benar, yang hidupnya saleh dan mengklaim Allah sebagai Bapanya, dianggap sebagai celaan hidup bagi Orang Fasik. Karena itu, Orang Fasik berencana menguji dan menyiksa Orang Benar untuk melihat apakah Allah akan menyelamatkannya (sebuah gambaran yang sangat mirip dengan sengsara Kristus).
Salomo kemudian membantah pandangan Orang Fasik. Ia menegaskan bahwa Allah menciptakan manusia untuk kekekalan (immortalitas). Kematian masuk ke dunia melalui iri hati Iblis. Bagi dunia, Orang Benar mungkin tampak menderita atau mati sia-sia, tetapi jiwa mereka sesungguhnya ada di tangan Allah, dalam damai. Penderitaan mereka adalah ujian yang memurnikan mereka, dan pada hari penghakiman, mereka akan bersinar dan memerintah bersama Allah. Sebaliknya, Orang Fasik akan menghadapi kengerian saat menyadari kesalahan mereka. Mereka akan melihat Orang Benar yang dulu mereka tindas, kini ditinggikan. Pengharapan orang fasik akan lenyap seperti debu ditiup angin, sementara Orang Benar menerima mahkota kemuliaan. Bagian ini ditutup dengan nasihat agar para raja mencari Hikmat (Kebijaksanaan), karena Hikmat adalah jalan menuju pemerintahan yang baik dan kehidupan kekal.
Bagian Kedua: Pencarian Salomo akan Hikmat (Pasal 7-9)
Salomo kini berbicara secara pribadi. Ia menjelaskan bahwa dirinya hanyalah manusia fana, sama seperti semua orang, yang dibentuk dari tanah (merujuk pada Adam). Ia menyadari bahwa untuk memerintah sebagai raja, ia membutuhkan sesuatu yang lebih besar dari kekayaan, kesehatan, atau kekuasaan. Karena itu, ia berdoa memohon Hikmat. Salomo mempersonifikasikan Hikmat sebagai entitas yang agung: Ia adalah nafas Allah, pancaran kemuliaan-Nya, cermin kemuliaan-Nya, dan gambar kebaikan-Nya. Hikmat lebih berharga dari semua permata.
Salomo menjelaskan bahwa Hikmat hadir bersama Allah saat penciptaan. Ia tahu segala rahasia alam semesta dan kehendak Allah. Karena Hikmat begitu agung, Salomo sadar bahwa tidak ada manusia yang bisa menjadi bijak dengan kekuatannya sendiri. Bagian ini berpuncak pada doa Salomo yang indah (di Pasal 9), di mana ia memohon dengan rendah hati agar Allah mengutus Hikmat dari takhta surgawi-Nya untuk membimbingnya. Tanpa Hikmat, Salomo mengakui, manusia tidak akan mampu memahami kehendak Allah atau memerintah dengan adil.
Bagian Ketiga: Karya Hikmat dalam Sejarah (Pasal 10-19)
Setelah menjelaskan apa itu Hikmat dan bagaimana ia mencarinya, Salomo sekarang membuktikan kekuatan Hikmat dengan menelusuri sejarah keselamatan. Ia menunjukkan bagaimana Hikmat selalu melindungi orang benar dan menghukum orang fasik. Hikmat melindungi Adam setelah kejatuhannya, tetapi meninggalkan Kain dalam amarahnya. Hikmat menyelamatkan Nuh dari air bah dan memanggil Abraham. Hikmat pula yang menyelamatkan Lot dari kehancuran Sodom.
Fokus utama bagian ini adalah kisah Exodus, yang disajikan sebagai serangkaian kontras yang sempurna antara apa yang diterima Orang Israel dan apa yang dialami Orang Mesir. Ini adalah bukti utama keadilan Allah.
Air: Orang Mesir dihukum dengan air Sungai Nil yang menjadi darah dan menjijikkan; Orang Israel diberkati dengan air segar yang memancar dari batu karang di padang gurun.
Makanan: Orang Mesir disiksa oleh wabah (katak, belalang) yang merusak makanan mereka; Orang Israel diberi "makanan malaikat" (Manna) dari surga.
Binatang: Orang Mesir dihukum oleh serbuan binatang buas dan serangga berbisa; Orang Israel, ketika digigit ular berbisa, disembuhkan dengan melihat ular tembaga (atas bimbingan Musa), sebuah tanda keselamatan.
Cahaya & Gelap: Orang Mesir (yang dipimpin Firaun) diliputi kegelapan pekat yang menakutkan; Orang Israel dibimbing oleh tiang api yang memberi terang benderang.
Kematian: Orang Mesir dihukum dengan kematian anak-anak sulung mereka; Orang Israel dilindungi dan diselamatkan.
Di tengah narasi Exodus ini (Pasal 13-15), Salomo berhenti sejenak untuk menjelaskan akar dosa Orang Mesir: penyembahan berhala. Ia mengkritik kebodohan menyembah alam (seperti matahari atau bulan), kebodohan membuat patung dari kayu sisa, dan kebodohan khusus orang Mesir yang menyembah binatang-binatang menjijikkan. Baginya, penyembahan berhala adalah sumber dari segala kebobrokan moral. Kitab ini diakhiri dengan menceritakan kembali peristiwa penyeberangan Laut Merah, di mana Allah menggunakan seluruh elemen ciptaan (air, api, tanah) dengan cara baru untuk menyelamatkan umat-Nya dan menenggelamkan musuh mereka.
Kitab Yesus bin Sirakh (juga dikenal sebagai Kitab Sirakh atau Kebijaksanaan Bin Sirakh) adalah kitab sastra hikmat atau kebijaksanaan dari sekitar 180 SM. Kitab ini merupakan bagian dari Deuterokanonika dalam kanon Alkitab Katolik dan Ortodoks, tetapi tidak termasuk dalam kanon Ibrani (Yahudi) maupun kanon Protestan
Kitab Barukh dinamai menurut Barukh bin Neria, juru tulis dan sahabat setia Nabi Yeremia. Latar belakang kitab ini adalah masa pembuangan bangsa Yahudi di Babel. Kitab ini berisi campuran materi, termasuk doa, pengakuan dosa, dan puisi penghiburan bagi orang Yahudi yang diasingkan. Surat Nabi Yeremia (atau Barukh bab 6) ditulis sebagai surat peringatan yang diatribusikan kepada Nabi Yeremia, ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang akan dibawa ke pembuangan di Babel.
Kitab 1 dan 2 Makabe adalah dua kitab sejarah yang menceritakan peristiwa heroik pemberontakan bangsa Yahudi melawan penindasan Kekaisaran Seleukia pada abad ke-2 SM. Kedua kitab ini merupakan bagian dari Deuterokanonika (diakui sebagai kitab suci oleh Gereja Katolik dan Ortodoks) dan Apokrifa (tidak diakui oleh Protestan dan Yahudi). Meskipun menceritakan periode waktu yang tumpang tindih, kedua kitab ini adalah karya independen dengan fokus dan penekanan teologis yang berbeda