Kitab Kejadian menceritakan penciptaan alam semesta, kejatuhan manusia, dan awal rencana penebusan Allah. Terdiri dari dua bagian: bagian pertama mengisahkan penciptaan, kejatuhan Adam dan Hawa, air bah di zaman Nuh, dan menara Babel; bagian kedua berfokus pada kisah Abraham, Ishak, Yakub, dan Yusuf, termasuk panggilan Abraham, perebutan hak kesulungan, dan perjalanan Yusuf dari budak menjadi penguasa Mesir, serta rekonsiliasi dengan keluarganya.
Kitab Kejadian adalah kitab pertama dalam Alkitab yang menceritakan awal mula segala sesuatu: penciptaan alam semesta, asal-usul manusia, kejatuhan dalam dosa, dan awal mula rencana penebusan Allah melalui satu keluarga pilihan. Secara garis besar, kitab ini terbagi menjadi dua bagian utama.
Bagian Pertama: Awal Mula Dunia dan Umat Manusia (Kejadian 1-11)
1. Penciptaan yang Sempurna Kisah dimulai dengan Allah yang menciptakan langit, bumi, dan segala isinya dalam enam hari dari ketiadaan. Semuanya diciptakan baik dan teratur. Puncak ciptaan-Nya adalah manusia pertama, Adam, yang dibentuk dari debu tanah, dan kemudian Hawa, yang diciptakan dari tulang rusuk Adam untuk menjadi pendampingnya. Mereka ditempatkan di Taman Eden, sebuah tempat yang sempurna, dengan satu larangan: tidak boleh memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat.
2. Kejatuhan dan Awal Penderitaan Di taman, seekor ular licik menggoda Hawa untuk memakan buah terlarang itu, dan Hawa pun memberikannya kepada Adam. Seketika, mereka sadar bahwa mereka telanjang dan merasa malu. Perbuatan ini adalah pemberontakan pertama terhadap Allah, yang mengakibatkan mereka diusir dari Taman Eden. Sejak saat itu, dosa, penderitaan, dan kematian masuk ke dalam dunia. Keturunan mereka, Kain dan Habel, melanjutkan spiral dosa ini ketika Kain, karena iri hati, membunuh adiknya sendiri.
3. Air Bah dan Awal yang Baru
Seiring berjalannya waktu, kejahatan manusia menyebar begitu hebat di seluruh bumi. Allah memutuskan untuk memusnahkan ciptaan-Nya melalui air bah yang dahsyat. Namun, Ia menemukan satu orang yang hidup benar, yaitu Nuh. Allah memerintahkan Nuh untuk membangun sebuah bahtera raksasa untuk menyelamatkan keluarganya—istrinya, ketiga anaknya (Sem, Ham, dan Yafet), beserta istri-istri mereka—dan sepasang dari setiap jenis binatang. Setelah air bah surut, Allah membuat perjanjian dengan Nuh, yang dilambangkan dengan pelangi, berjanji tidak akan pernah lagi memusnahkan bumi dengan cara yang sama.
4. Menara Babel dan Tersebarnya Manusia Keturunan Nuh kembali memenuhi bumi. Mereka bersatu dengan satu bahasa dan, karena kesombongan, mencoba membangun sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit di Babel, untuk mencari nama bagi diri mereka sendiri. Untuk menghentikan keangkuhan ini, Allah mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidak lagi saling mengerti. Akibatnya, mereka tersebar ke seluruh penjuru bumi, membentuk berbagai bangsa dan bahasa.
Bagian Kedua: Kisah Para Bapa Leluhur Bangsa Israel (Kejadian 12-50)
5. Panggilan Abraham: Bapa Orang Percaya Dari antara bangsa-bangsa yang tersebar, Allah memilih seorang pria bernama Abram (yang kemudian dinamai Abraham) dari Ur-Kasdim. Allah berjanji akan memberinya keturunan yang sangat banyak, sebuah negeri (Kanaan), dan melalui keturunannya, seluruh bangsa di bumi akan diberkati. Meskipun istrinya, Sarai (kemudian Sarah), mandul dan mereka sudah sangat tua, Abraham percaya pada janji itu. Imannya diuji berkali-kali, termasuk ketika ia berpisah dengan keponakannya, Lot, dan ketika ia menyerahkan putranya. Karena ketidaksabaran Sarah, lahirlah Ismael dari hubungannya dengan Hagar, hamba Sarah. Namun, anak perjanjian yang dijanjikan Allah adalah Ishak, yang lahir secara ajaib dari Sarah di masa tuanya. Ujian terbesar iman Abraham adalah ketika Allah memintanya untuk mengorbankan Ishak, namun Allah menghentikannya pada saat terakhir, meneguhkan kembali janji-Nya.
6. Ishak dan Yakub: Perebutan Hak Kesulungan Ishak menikahi Ribka dan memiliki dua anak kembar: Esau, si sulung yang berbulu dan gemar berburu, dan Yakub, si bungsu yang tenang dan tinggal di kemah. Sejak dalam kandungan, keduanya sudah berseteru. Dengan bantuan ibunya, Ribka, Yakub menipu ayahnya, Ishak, yang sudah tua dan buta, untuk mendapatkan berkat hak kesulungan yang seharusnya menjadi milik Esau. Akibatnya, Yakub harus melarikan diri dari amarah Esau ke tempat pamannya, Laban.
7. Yakub menjadi Israel: Dua Belas Suku Bangsa Di rumah Laban, Yakub jatuh cinta pada Rahel, putri Laban yang lebih muda. Namun, Laban menipunya sehingga ia harus menikahi kakaknya, Lea, terlebih dahulu. Setelah bekerja selama 14 tahun, Yakub akhirnya bisa menikahi Rahel juga. Melalui kedua istrinya serta hamba mereka, Bilha dan Zilpa, Yakub memiliki dua belas putra (Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Isakhar, Zebulon, Yusuf, dan Benyamin) dan seorang putri. Kedua belas putranya inilah yang menjadi cikal bakal dua belas suku Israel. Dalam perjalanan pulangnya, Yakub bergulat dengan sosok ilahi dan namanya diubah menjadi Israel, yang artinya "bergumul dengan Allah."
8. Yusuf: Dari Budak Menjadi Penguasa Mesir
Yusuf adalah anak kesayangan Yakub dari Rahel, istri yang paling dicintainya. Hal ini membuat saudara-saudaranya iri hati. Iri hati mereka memuncak ketika Yusuf menceritakan mimpinya yang menunjukkan bahwa suatu hari keluarganya akan tunduk kepadanya. Mereka akhirnya menjual Yusuf sebagai budak kepada pedagang yang menuju Mesir dan berbohong kepada Yakub bahwa Yusuf telah tewas diterkam binatang buas.
Di Mesir, Yusuf bekerja di rumah Potifar, seorang pejabat Firaun. Meskipun difitnah oleh istri Potifar dan dipenjara, Yusuf tetap setia kepada Allah. Kemampuannya menafsirkan mimpi membawanya keluar dari penjara ketika ia berhasil menafsirkan mimpi Firaun tentang tujuh tahun kelimpahan yang akan diikuti oleh tujuh tahun kelaparan. Firaun mengangkat Yusuf menjadi orang kedua yang berkuasa di seluruh Mesir untuk mengelola persediaan makanan.
9. Rekonsiliasi dan Perpindahan ke Mesir Ketika kelaparan melanda seluruh wilayah, termasuk Kanaan, saudara-saudara Yusuf datang ke Mesir untuk membeli gandum. Mereka tidak mengenali Yusuf, namun Yusuf mengenali mereka. Setelah menguji hati mereka dan melihat bahwa mereka telah berubah, Yusuf mengungkapkan jati dirinya. Ia memaafkan mereka dan menyatakan bahwa apa yang mereka rancangkan sebagai kejahatan telah diubah Allah menjadi kebaikan untuk menyelamatkan banyak orang. Yusuf kemudian membawa seluruh keluarganya—ayahnya Yakub dan semua saudaranya—untuk menetap di tanah Gosyen, Mesir, di mana mereka berkembang menjadi bangsa yang besar. Kitab Kejadian ditutup dengan kematian Yakub dan Yusuf di Mesir, dengan wasiat agar tulang-tulang mereka kelak dibawa kembali ke Tanah Perjanjian.
Kitab 1 Tawarikh ditulis setelah kembalinya bangsa Israel dari pembuangan, berfungsi untuk meneguhkan identitas dan harapan mereka. Fokus utama adalah garis keturunan yang sah, penggambaran Daud sebagai raja ideal, dan pentingnya pembangunan Bait Suci. Silsilah yang panjang menegaskan identitas bangsa, sementara narasi tentang pemerintahan Daud menunjukkan persatuan dan ibadah yang benar sebagai dasar harapan bagi masa depan Israel.
Kitab 1 Samuel mencatat transisi dari kepemimpinan hakim ke monarki di Israel, berfokus pada tokoh-tokoh utama seperti Samuel, Saul, dan Daud. Samuel, sebagai nabi dan hakim terakhir, memimpin Israel melawan Filistin. Saul, raja pertama, ditolak Tuhan karena ketidaktaatan, sementara Daud, yang diurapi sebagai raja baru, menghadapi berbagai tantangan dan pengkhianatan sebelum Saul tewas dalam pertempuran, membuka jalan bagi Daud untuk naik takhta.
Kitab 1 Raja-Raja mencatat sejarah Israel dari pemerintahan Raja Daud hingga pelayanan Nabi Elia, menggambarkan kemegahan dan perpecahan kerajaan. Raja Salomo memimpin Israel ke puncak kejayaan dengan membangun Bait Suci, tetapi ketidaktaatannya menyebabkan kemarahan Tuhan dan perpecahan kerajaan setelah kematiannya. Kerajaan terpecah menjadi Israel dan Yehuda, dengan konflik dan kemerosotan rohani yang mendominasi. Nabi Elia muncul untuk menantang penyembahan Baal yang dipromosikan oleh Raja Ahab dan Izebel, culminating in a dramatic confrontation on Mount Carmel.