Nahum

Kitab Nahum berfokus pada nubuat penghukuman terhadap Niniwe, ibu kota Asyur, sebagai penghiburan bagi Yehuda. Pesan utama adalah keadilan Tuhan yang tidak akan membiarkan kejahatan berlangsung selamanya. Niniwe, yang sebelumnya bertobat, kini dihukum karena kekejaman dan penindasan. Kitab ini menggambarkan kehancuran Niniwe melalui gambaran pertempuran dan dakwaan hukum, menegaskan bahwa kejatuhan kota yang sombong ini adalah pasti, mirip dengan kejatuhan No-Amon. Kesombongan Niniwe akan dihukum, dan keadilan Tuhan akan ditegakkan.

Nov 9, 2025

Rangkuman Lengkap Kitab Nahum: Kehancuran Niniwe dan Keadilan Allah

 
notion image
Kitab Nahum adalah salah satu kitab nabi-nabi kecil yang unik dalam Perjanjian Lama. Berbeda dengan nabi-nabi lain yang sering kali mengecam dosa-dosa Israel atau Yehuda, fokus utama Nahum adalah nubuat penghukuman total terhadap Niniwe, ibu kota kerajaan Asyur yang kejam. Nama "Nahum" sendiri berarti "penghiburan", dan kitab ini memang berfungsi sebagai penghiburan bagi Yehuda yang telah lama menderita di bawah penindasan Asyur.

BAGIAN 1: Wawasan Singkat Kitab Nahum

Berikut adalah poin-poin penting untuk memahami konteks dan inti dari Kitab Nahum:
  • Penulis dan Latar Belakang: Nabi Nahum, yang berasal dari Elkosy (sebuah tempat yang lokasinya tidak diketahui secara pasti). Ia adalah nabi bagi Kerajaan Selatan (Yehuda).
  • Waktu Penulisan: Kitab ini diperkirakan ditulis antara jatuhnya kota No-Amon (Tebe, di Mesir) yang disebut di 3:8 (terjadi pada 663 SM, ironisnya oleh Asyur sendiri) dan kejatuhan Niniwe yang dinubuatkannya (terjadi pada 612 SM). Jadi, waktu penulisannya kemungkinan besar sekitar 650-620 SM.
  • Inti Pesan: Pesan utamanya adalah keadilan TUHAN yang mutlak. TUHAN mungkin panjang sabar, tetapi Ia tidak akan membiarkan kejahatan dan kekejaman yang sistematis (seperti yang dilakukan Asyur) berlangsung selamanya. Kehancuran Niniwe yang sombong dan brutal sudah ditetapkan, dan ini menjadi kabar baik (penghiburan) bagi Yehuda dan bangsa-bangsa lain yang tertindas.
  • Kontras dengan Kitab Yunus: Kedua kitab ini sama-sama berfokus pada Niniwe. Dalam Kitab Yunus (ditulis lebih awal), Niniwe bertobat setelah peringatan Yunus, dan Allah membatalkan hukuman-Nya, menunjukkan belas kasihan-Nya yang besar. Dalam Kitab Nahum, Niniwe telah kembali ke kejahatannya yang ekstrem, dan kali ini pertobatan tidak lagi ditawarkan; hukuman sudah final. Ini menunjukkan dua sisi karakter Allah: belas kasihan-Nya (Yunus) dan keadilan-Nya (Nahum).
  • Tokoh Kunci yang Disebut:
    • TUHAN (YHWH): Hakim yang adil, pencemburu, pembalas, namun juga tempat pengungsian bagi umat-Nya.
    • Nahum: Penyampai penglihatan ("ilham") tentang Niniwe.
    • Niniwe: Ibu kota Asyur. Dihakimi karena kekejaman, perampasan, dan sihirnya.
    • Yehuda / Yakub / Israel: Umat Allah yang tertindas, yang menerima kabar baik tentang kejatuhan musuh mereka.
    • Raja Asyur: Pemimpin Niniwe yang jahat, yang "merancangkan yang jahat terhadap TUHAN" (1:11).
    • No-Amon (Kota Tebe): Disebut sebagai contoh kota besar yang tak terkalahkan, namun nyatanya bisa hancur, sama seperti Niniwe akan hancur.
  • Ayat Kunci:
    • Nahum 1:3a: "TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa-Nya, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah."
    • Nahum 1:7: "TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya."
    • Nahum 3:1: "Celakalah kota penumpah darah itu, segenapnya dusta, penuh dengan rampasan, dan perampokan tidak henti-hentinya!"
  • Hikmah (Perspektif Katolik): Kitab Nahum menegaskan kedaulatan Allah atas semua bangsa, bukan hanya Israel. Gereja Katolik melihat pesan ini sebagai penegasan bahwa kesombongan (dosa maut) dan kekejaman struktural akan mendatangkan penghakiman ilahi. Kitab ini mengingatkan bahwa keadilan Allah, meskipun terkadang terlihat tertunda, pasti akan datang. Bagi umat yang tertindas, Allah adalah pembela dan sumber pengharapan yang setia.

BAGIAN 2: Rangkuman Naratif Isi Kitab

Kitab Nahum dibuka dengan sebuah kidung yang dahsyat tentang karakter TUHAN. Ia diperkenalkan sebagai Allah yang "cemburu dan pembalas". Ini bukanlah kecemburuan kecil, melainkan semangat-Nya yang menyala-nyala terhadap dosa dan ketidakadilan. Nahum melukiskan kuasa-Nya yang menakutkan atas alam semesta: Ia menghardik laut dan membuatnya kering, gunung-gunung gempa, dan bumi terangkat di hadapan-Nya. Pertanyaannya jelas: "Siapakah yang tahan berdiri menghadapi geram-Nya?" (Nahum 1:6). Di tengah gambaran yang menakutkan ini, Nahum tiba-tiba menyisipkan ayat penghiburan di 1:7: "TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan." Bagi yang berlindung pada-Nya (yaitu Yehuda), Ia adalah penyelamat. Namun bagi musuh-Nya (yaitu Niniwe), Ia adalah penghancur yang akan menghabisi mereka "dengan air bah yang melanda." TUHAN secara khusus menunjuk Raja Asyur sebagai "orang yang merancangkan yang jahat" yang akan dimusnahkan. Bagi Yehuda, pesannya adalah pembebasan: belenggu Asyur akan dipatahkan, dan mereka dapat kembali merayakan hari raya mereka dengan damai.
Setelah menetapkan siapa Sang Hakim, pasal kedua beralih ke penglihatan yang hidup dan kacau tentang pertempuran untuk merebut Niniwe. Nahum melukiskannya seolah-olah ia sedang menonton langsung. "Sang penghancur telah maju melawan engkau," serunya kepada Niniwe, menyindir mereka untuk "menjaga benteng." Visi pertempuran itu meledak dalam gambaran yang jelas: perisai para pahlawan berwarna merah, kereta perang berkilat-kilat "seperti obor" dan menderu-deru di jalanan. Pasukan penyerang begitu tergesa-gesa hingga mereka "tersandung-sandung." Pertahanan Niniwe runtuh secara dramatis: "Pintu-pintu di tepi sungai-sungai telah dibuka... dan istana hancur luluh." Ini merujuk pada taktik militer di mana musuh (Babel dan Media) memanfaatkan banjir Sungai Tigris untuk menjebol tembok kota. Niniwe, yang dipersonifikasikan sebagai seorang ratu, ditelanjangi dan diarak pergi, sementara para budaknya meratap "seperti suara merpati." Kota yang tadinya "seperti kolam air" yang penuh (penuh kekayaan dan orang) kini dikuras habis. Para penyerbu berteriak, "Jarahilah perak, jarahilah emas!" (Nahum 2:9). Pasal ini ditutup dengan sebuah ejekan: Di manakah Niniwe, si "sarang singa" itu? Singa Asyur yang biasa menerkam dan mencabik-cabik bangsa lain (termasuk Yakub/Israel) kini telah diburu dan dibinasakan oleh TUHAN sendiri.
Pasal ketiga, dan terakhir, adalah sebuah elegi "celaka" yang merinci mengapa Niniwe pantas menerima hukuman ini. Ini adalah dakwaan hukum TUHAN. Kitab ini dibuka dengan seruan, "Celakalah kota penumpah darah itu!" (Nahum 3:1). Niniwe digambarkan sebagai kota yang seluruhnya dibangun di atas dusta, perampasan, dan kekerasan yang tidak pernah berhenti. Nahum kembali melukiskan kengerian perang—"bunyi cemeti dan bunyi derak-derik roda, kuda meringkik dan kereta meloncat-loncat"—yang kini menimpa kota itu. Alasan utama kehancurannya diungkap: Niniwe adalah "seorang sundal yang cantik, ahli sihir, yang memperdayakan bangsa-bangsa dengan persundalannya" (Nahum 3:4). Ia menggunakan kekuasaan, ekonomi, dan perjanjian palsu (sihir) untuk menjerat dan memperbudak bangsa lain. Karena itu, TUHAN sendiri yang menjadi lawannya: "Aku akan menyingkapkan punca kainmu sampai ke mukamu, ...dan akan melemparkan barang-barang yang keji ke atasmu," (Nahum 3:5-6). Penghinaannya akan total.
Untuk membungkam kesombongan Niniwe yang mungkin merasa tak terkalahkan, Nahum memberikan satu contoh sejarah yang telak. "Apakah engkau lebih baik dari No-Amon?" (Nahum 3:8). No-Amon (kota Tebe di Mesir) adalah kota metropolitan yang perkasa, dilindungi oleh Sungai Nil dan sekutu-sekutu yang kuat. Namun, ia tetap jatuh dan penduduknya diangkut ke pembuangan (ironisnya, oleh Asyur sendiri). Pesannya jelas: jika Tebe bisa jatuh, Niniwe pasti akan jatuh. Penutup kitab ini melukiskan keruntuhan total yang tak terhindarkan. Para pemimpin Niniwe lenyap seperti belalang, tentaranya menjadi lemah "seperti perempuan," dan bentengnya runtuh "seperti buah ara" matang. Kitab ini ditutup tanpa belas kasihan. Nahum berbicara langsung kepada Raja Asyur: "Tiada obat untuk lukamu... Sebab siapakah yang tidak ditimpa oleh kejahatanmu senantiasa?" (Nahum 3:19). Seluruh dunia bertepuk tangan atas kejatuhannya, bukan karena mereka jahat, tetapi karena keadilan akhirnya ditegakkan.