Yesus bin Sirakh

Kitab Yesus bin Sirakh (juga dikenal sebagai Kitab Sirakh atau Kebijaksanaan Bin Sirakh) adalah kitab sastra hikmat atau kebijaksanaan dari sekitar 180 SM. Kitab ini merupakan bagian dari Deuterokanonika dalam kanon Alkitab Katolik dan Ortodoks, tetapi tidak termasuk dalam kanon Ibrani (Yahudi) maupun kanon Protestan

Nov 13, 2025

Rangkuman Padat Kitab Yesus Bin Sirakh

notion image
Rangkuman ini dirancang untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dan mendalam atas Kitab Sirakh, mencakup wawasan penting dan alur isi kitab secara terstruktur.

BAGIAN 1: Wawasan Kunci Kitab Sirakh

Bagian ini berisi informasi penting sebagai latar belakang untuk memahami konteks dan isi kitab.
  • Penulis dan Waktu: Ditulis oleh Yesus bin Sirakh (Ben Sira), seorang ahli kitab dan cendekiawan Yahudi terhormat di Yerusalem. Kitab ini ditulis dalam bahasa Ibrani sekitar tahun 180 SM, sebelum pemberontakan Makabe.
  • Penerjemahan: Diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani di Mesir oleh cucu penulis (yang tidak disebutkan namanya) sekitar tahun 132 SM. Sang cuculah yang menambahkan kata pengantar, menjelaskan tujuan penerjemahan ini agar hikmat kakeknya dapat diakses oleh orang Yahudi di perantauan (Diaspora).
  • Kanonisitas: Kitab ini termasuk dalam kanon Deuterokanonika. Kitab ini diterima sebagai bagian dari Alkitab oleh Gereja Katolik dan Ortodoks, namun umumnya tidak termasuk dalam kanon Protestan atau Yahudi (meskipun sangat dihormati).
  • Tujuan Penulisan: Ditulis pada masa Helenisasi (penyebaran budaya Yunani) yang kuat, Yesus bin Sirakh bertujuan untuk meneguhkan iman orang Yahudi. Ia ingin menunjukkan bahwa hikmat sejati tidak ditemukan dalam filsafat Yunani, melainkan dalam Taurat (Hukum Musa) dan tradisi Israel.
  • Inti Ajaran: Tema utamanya adalah "Hikmat" (Kebijaksanaan). Bagi Sirakh, hikmat sejati adalah anugerah dari Tuhan yang identik dengan "Takut akan Tuhan" dan ketaatan pada Hukum Taurat.
  • Struktur:
      1. Hikmat dalam Teori (Pasal 1–23): Kumpulan ajaran, peribahasa, dan nasihat tentang hakikat hikmat dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
      1. Pujian bagi Hikmat (Pasal 24): Sebuah himne indah di mana Hikmat (personifikasi) berbicara dan menyatakan bahwa ia tinggal di Israel dan berdiam dalam Taurat.
      1. Hikmat dalam Praktik (Pasal 25–43): Nasihat yang lebih mendalam tentang berbagai aspek kehidupan (perkawinan, persahabatan, kekayaan, dosa, dll.) dan pujian atas karya Allah di alam semesta.
      1. Hikmat dalam Sejarah (Pasal 44–50): "Pujian bagi Para Leluhur" – bagian paling terkenal, yang meninjau sejarah Israel melalui tokoh-tokoh besarnya sebagai contoh nyata dari hikmat dalam tindakan.
      1. Penutup (Pasal 51): Doa syukur dan pujian pribadi dari Yesus bin Sirakh.
  • Ayat Kunci: "Permulaan hikmat ialah takut akan Tuhan, ia diciptakan dalam rahim bersama orang-orang beriman." (Sirakh 1:14).
  • Hikmah Utama: Kitab ini adalah jembatan antara tradisi hikmat Perjanjian Lama (seperti Amsal) dan pemikiran Perjanjian Baru. Kitab ini mengajarkan bahwa iman bukan hanya soal ritual, tetapi soal etika praktis, karakter yang saleh, dan integrasi penuh antara ibadah dan kehidupan sehari-hari, yang semuanya berakar pada ketaatan pada Taurat.

BAGIAN 2: Rangkuman Naratif Isi Kitab

Berikut adalah alur isi Kitab Sirakh secara naratif, mengalir seolah-olah Anda membaca ajaran seorang bijak dari awal hingga akhir.
Sang bijak, Yesus bin Sirakh, memulai ajarannya dengan menetapkan fondasi dari segala sesuatu: Hikmat. Ia menjelaskan bahwa segala hikmat berasal dari Tuhan; hikmat itu abadi, ada sebelum segala sesuatu, dan dicurahkan-Nya kepada ciptaan-Nya. Akar dari hikmat, tegasnya, adalah "takut akan Tuhan" (Pasal 1). Ini bukanlah rasa takut yang negatif, melainkan rasa hormat yang mendalam yang melahirkan ketaatan dan kesabaran, terutama saat menghadapi pencobaan (Pasal 2).
Setelah menetapkan fondasi teologis ini, Sirakh beralih ke nasihat praktis yang paling mendasar: hormat kepada orang tua. Ia menguraikan bagaimana menghormati ayah dan ibu membawa berkat, pengampunan dosa, dan umur panjang. Nasihat ini segera diikuti dengan belas kasihan kepada kaum miskin dan rendah hati. Kerendahan hati adalah kunci untuk berkenan di hadapan Tuhan (Pasal 3-4). Sang bijak kemudian memperingatkan murid-muridnya terhadap bahaya duniawi yang dapat merusak hikmat. Ia menasihati agar tidak mengandalkan kekayaan secara membabi buta, tidak menunda pertobatan, dan menjaga lidah dari ucapan gegabah. Ia memberikan perhatian khusus pada bahaya pergaulan buruk dan godaan dari perempuan jahat, yang dapat menjerumuskan orang benar (Pasal 5-9).
Ajaran berlanjut ke tatanan sosial dan karakter pribadi. Sirakh mengecam kesombongan, menyebutnya sebagai awal mula dosa, dan memuji kerendahan hati. Ia membahas tentang pemimpin yang bijak versus pemimpin yang lalim (Pasal 10). Ia memberikan nasihat tajam tentang bagaimana membedakan teman sejati dari teman palsu. Teman sejati adalah "obat kehidupan" yang ditemukan oleh mereka yang takut akan Tuhan, sementara teman palsu hanya mendekat saat untung dan menjauh saat malang (Pasal 11-13).
Sirakh kemudian menyentuh isu kehendak bebas dan tanggung jawab moral. Ia membantah gagasan bahwa Tuhan adalah penyebab dosa; sebaliknya, Tuhan memberi manusia kebebasan untuk memilih antara kehidupan (ketaatan) dan kematian (dosa). Meskipun manusia memiliki kebebasan ini, ia menekankan betapa besarnya belas kasihan Tuhan yang siap menerima pertobatan (Pasal 14-18). Bagian penting dari hikmat praktis adalah pengendalian diri, terutama dalam perkataan. Sang bijak menghabiskan banyak waktu membahas bahaya fitnah, gosip, sumpah serapah, dan pentingnya mendisiplinkan lidah. Ia menyamakan lidah yang jahat dengan api yang merusak (Pasal 19-23).
Pada puncaknya, ajaran Sirakh mencapai sebuah himne agung di Pasal 24. Di sini, Hikmat dipersonifikasikan sebagai sosok ilahi yang berbicara sendiri. Ia menceritakan bagaimana ia keluar dari mulut Yang Mahatinggi, mencari tempat tinggal di bumi, dan atas perintah Sang Pencipta, ia akhirnya "berkemah di Israel" dan "berakar" dalam Taurat Musa. Bagi Sirakh, hikmat abstrak yang dicari filsuf Yunani telah menemukan wujud konkretnya dalam Hukum yang diberikan kepada Israel.
Setelah pujian ini, Sirakh kembali ke nasihat praktis, kini dengan otoritas yang lebih besar. Ia membahas realitas rumah tangga, membandingkan berkat memiliki istri yang baik dengan kutuk memiliki istri yang jahat (Pasal 25-26). Ia mengulangi pentingnya persahabatan yang tulus, pengendalian amarah, dan keutamaan mengampuni. Ia memberikan peringatan keras bahwa orang yang tidak mau mengampuni sesamanya tidak dapat mengharapkan pengampunan dari Tuhan (Pasal 27-28). Nasihatnya mencakup hal-hal duniawi seperti memberi pinjaman, mendisiplinkan anak-anak ("Siapa menyayangi anaknya, sering kali memukulnya"), menjaga kesehatan, dan bahkan etiket sosial, seperti bagaimana bersikap dalam perjamuan makan (Pasal 29-32).
Sang bijak kemudian mengangkat pandangannya kepada kedaulatan Tuhan atas sejarah dan ciptaan. Ia berdoa dengan penuh semangat bagi pemulihan Israel, memohon agar Tuhan mengumpulkan kembali suku-suku Yakub dan menunjukkan belas kasihan-Nya (Pasal 33-36). Ia kembali membedakan antara penasihat yang tulus dan yang palsu, bahkan memuji peran tabib (dokter) yang menerima hikmat penyembuhan dari Tuhan—sebuah pandangan yang cukup progresif pada masanya (Pasal 37-38). Sirakh lalu merenungkan kehidupan seorang penulis kitab (ahli Taurat), menggambarkannya sebagai panggilan mulia yang didedikasikan untuk merenungkan hikmat (Pasal 39). Ia meratapi kesengsaraan hidup manusia dan kefanaan (Pasal 40-41), sebelum akhirnya meledak dalam pujian yang agung atas kemuliaan Tuhan yang dinyatakan dalam alam semesta—matahari, bulan, bintang, pelangi, dan musim (Pasal 42-43).
Setelah menguraikan hikmat dalam teori, praktik, dan alam, Sirakh kini membuktikan poin utamanya: hikmat itu dihidupi dalam sejarah Israel. Ia memulai "Pujian bagi Para Leluhur" (Pasal 44). Ia memuji Henokh yang berkenan kepada Tuhan, dan Nuh yang diselamatkan dari air bah. Ia memuji Abraham sebagai bapa segala bangsa yang setia pada perjanjian, serta Ishak dan Yakub. Pujian berlanjut kepada Musa, sang hamba Allah yang agung yang menerima Taurat, dan Harun, yang dihiasi dengan pakaian imam yang mulia, serta Pinehas yang bersemangat demi Tuhan.
Sirakh mengenang Yosua, penerus Musa, dan Kaleb yang tetap teguh imannya. Ia menyebut para Hakim yang saleh, dan Samuel sang nabi yang setia. Pujian beralih kepada Natan yang menegur raja, dan Daud, yang dipuji karena keberaniannya, kecintaannya pada musik ibadah, dan pertobatannya yang tulus. Namun, Sirakh juga mencatat kegagalan Salomo, yang hikmatnya ternoda oleh hawa nafsu sehingga memecah kerajaan. Ia memuji semangat berapi-api Elia yang diangkat ke surga, dan Elisa yang menggantikannya dengan kuasa ganda. Ia memuji kesalehan Hizkia dan nubuat agung Yesaya. Ia memuji reformasi Yosia, namun meratapi kejatuhan raja-raja Yehuda berikutnya. Ia mengenang Yeremia dan Yehezkiel yang bernubuat di pembuangan, serta menghormati Kedua Belas Nabi Kecil.
Pujian berlanjut ke era pasca-pembuangan, menghormati Zerubabel dan Yesua (Imam Besar) yang membangun kembali Bait Suci, serta Nehemia yang membangun kembali tembok Yerusalem. Daftar pahlawan ini mencapai klimaksnya pada sosok yang tampaknya dikenal secara pribadi oleh Sirakh: Simon, putra Onias, Imam Besar. Sirakh melukiskan Simon dengan sangat agung, menggambarkan kemuliaannya saat ia memimpin ibadah di Bait Suci sebagai puncak dari seluruh sejarah keselamatan. Pujian ini menutup bagian sejarah (Pasal 44-50).
Sebagai penutup, Yesus bin Sirakh mengakhiri seluruh ajarannya dengan sebuah doa syukur pribadi. Ia berterima kasih kepada Tuhan karena telah menyelamatkannya dari bahaya dan fitnah, dan karena telah memberinya hikmat. Ia mendorong semua orang yang belum terpelajar untuk datang dan belajar darinya, menegaskan bahwa kuk hikmat itu, meskipun berat, pada akhirnya memberikan istirahat dan kemuliaan (Pasal 51).