Kitab Yoël ditulis oleh Nabi Yoël bin Petuel, menggambarkan bencana belalang yang melanda Yehuda, seruan untuk pertobatan, dan janji pemulihan dari Tuhan. Tema utama mencakup pentingnya pertobatan sejati, penghakiman Tuhan, dan pencurahan Roh Kudus kepada semua orang. Kitab ini berakhir dengan visi penghakiman atas bangsa-bangsa dan pemulihan umat Tuhan di Yerusalem.
Rangkuman ini dibagi menjadi dua bagian: (1) Wawasan dan Fakta Kunci, dan (2) Rangkuman Naratif Isi Kitab.
Bagian 1: Wawasan dan Fakta Kunci
Berikut adalah poin-poin penting untuk memahami konteks Kitab Yoël:
Penulis & Waktu: Ditulis oleh Nabi Yoël bin Petuel (Yoël 1:1). Waktu penulisannya tidak disebutkan secara pasti, namun banyak ahli (termasuk dalam tradisi Katolik) menempatkannya setelah masa pembuangan ke Babel (sekitar 500-400 SM) karena fokusnya pada ritual di Bait Allah dan para imam.
Tokoh Utama:
Yoël: Nabi yang menyampaikan firman TUHAN.
TUHAN (YHWH): Tokoh sentral yang menghukum, memanggil untuk bertobat, dan memulihkan.
Umat Yehuda: Penduduk yang mengalami bencana (termasuk para Imam, tua-tua, dan seluruh rakyat).
Bangsa-bangsa: Entitas kolektif yang akan dihakimi TUHAN pada akhir zaman.
Inti Cerita: Kitab ini bergerak dalam tiga fase:
Bencana: Tulah belalang yang mengerikan melanda Yehuda.
Pertobatan: Yoël menyerukan pertobatan nasional yang tulus.
Pemulihan: TUHAN berjanji memulihkan tanah dan mencurahkan Roh-Nya.
Tema Kunci:
Hari TUHAN: Hari penghakiman yang menakutkan, tetapi juga hari keselamatan bagi yang setia.
Pertobatan Batin: Pentingnya pertobatan yang sungguh-sungguh dari hati, bukan sekadar ritual.
Pencurahan Roh Kudus: Janji universal bahwa Roh Allah akan diberikan kepada semua orang.
Ayat Kunci Paling Terkenal:
Yoël 2:13: "Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya."
Yoël 3:1 (atau 2:28 di Alkitab Ibrani/Protestan): "Kemudian daripada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan." (Ayat ini dikutip Santo Petrus dalam kotbahnya saat Pentakosta di Kisah Para Rasul 2:17).
Hikmah (Pesan Relevan):
Bencana atau krisis (baik pribadi maupun kolektif) seringkali menjadi "alarm" dari Tuhan untuk kita memeriksa kembali arah hidup dan bertobat.
Tuhan tidak mencari pertunjukan pertobatan (merobek pakaian), tetapi pertobatan sejati (merobek hati).
Penghakiman Tuhan itu nyata, tetapi janji belas kasihan dan pemulihan-Nya jauh lebih besar bagi mereka yang kembali kepada-Nya.
Bagian 2: Rangkuman Naratif Isi Kitab
Berikut adalah alur cerita Kitab Yoël secara naratif, bab demi bab.
Bencana Hebat dan Seruan untuk Meratap (Yoël 1)
Kitab Yoël dibuka dengan gambaran yang mengerikan. Nabi Yoël mengumumkan bencana nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya. Yehuda diserang oleh kawanan belalang dalam empat gelombang yang berbeda, digambarkan seperti tentara yang teratur. Mereka melahap habis semua tumbuh-tumbuhan: gandum di ladang, pohon ara, pohon anggur, dan pohon zaitun. Akibatnya, terjadi kelaparan hebat. Persembahan korban (gandum dan anggur) untuk Bait Allah terputus.
Melihat kehancuran ini, Yoël berseru kepada semua lapisan masyarakat. Ia memanggil para imam untuk memimpin upacara pertobatan; mengenakan kain kabung dan meratap di antara mezbah dan pelataran. Ia memanggil para tua-tua dan seluruh penduduk untuk berkumpul, berpuasa, dan berseru kepada TUHAN. Yoël menegaskan bahwa bencana ini bukan sekadar musibah alam biasa; ini adalah bayang-bayang dari "Hari TUHAN" yang sudah dekat, hari yang gelap dan menakutkan.
Hari TUHAN dan Panggilan Pertobatan Sejati (Yoël 2)
Yoël kemudian menggambarkan "Hari TUHAN" itu sendiri dengan bahasa yang lebih apokaliptik, menggunakan kiasan tentara belalang tadi. Hari itu adalah hari kegelapan, di mana "tentara" TUHAN yang perkasa (bisa merujuk pada belalang, atau tentara musuh sungguhan, atau keduanya) datang untuk melaksanakan penghakiman-Nya. Bumi bergetar dan langit menjadi gelap menghadapinya.
Di tengah ancaman penghakiman total ini, TUHAN sendiri menawarkan jalan keluar: pertobatan. Ini adalah inti dari pesan Yoël. TUHAN menyerukan, "Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh." Di sinilah muncul ayat kunci (2:13), di mana TUHAN meminta mereka "mengkoyakkan hati" (pertobatan batin yang tulus), bukan sekadar "mengkoyakkan pakaian" (ritual lahiriah). TUHAN mengingatkan bahwa Dia pada dasarnya "pengasih dan penyayang," yang lebih suka memberkati daripada menghukum, jika saja umat-Nya mau kembali.
Pemulihan Tanah dan Pencurahan Roh (Yoël 2:18 - 3:5 atau 2:18 - 2:32)
Menanggapi pertobatan umat-Nya, hati TUHAN tergerak oleh belas kasihan. Dia berjanji akan membalikkan keadaan. Pertama, Dia akan memulihkan tanah. Musuh "dari utara" (belalang atau bangsa penyerbu) akan diusir. Hujan akan turun tepat waktu, dan tanah akan kembali subur. TUHAN berjanji akan "membayar ganti" atas tahun-tahap panen yang telah dimakan habis oleh belalang. Umat akan makan sampai kenyang dan tidak akan dipermalukan lagi.
Kedua, dan ini adalah puncak janji Yoël, TUHAN menjanjikan pemulihan rohani yang jauh lebih besar daripada pemulihan materi. Dia berjanji (Yoël 3:1-2 atau 2:28-29) akan mencurahkan Roh-Nya ke atas semua manusia, tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau status sosial. Nubuat, mimpi, dan penglihatan akan menjadi umum sebagai tanda kehadiran Roh-Nya. Janji ini menandakan era baru di mana semua umat Allah dapat memiliki hubungan yang intim dan langsung dengan-Nya. Sebelum Hari TUHAN yang dahsyat itu tiba, akan ada tanda-tanda di langit dan bumi, tetapi TUHAN menjamin bahwa "setiap orang yang berseru kepada nama TUHAN akan diselamatkan."
Penghakiman atas Bangsa-Bangsa (Yoël 4 atau Yoël 3)
Kitab ini ditutup dengan visi eskatologis (akhir zaman). Setelah memulihkan umat-Nya, TUHAN akan mengumpulkan semua bangsa yang telah menindas Yehuda di sebuah tempat bernama "Lembah Yosafat" (yang secara harfiah berarti "TUHAN Menghakimi"). Di sana, bangsa-bangsa itu akan diadili atas kejahatan mereka, khususnya karena telah mencerai-beraikan umat TUHAN dan menjarah tanah-Nya. Dalam sebuah ironi yang kuat, TUHAN memanggil bangsa-bangsa untuk "menempa mata bajak mereka menjadi pedang" (kebalikan dari nubuat Yesaya/Mikha) untuk maju berperang, hanya untuk dihancurkan oleh penghakiman ilahi.
Namun, di tengah penghakiman atas bangsa-bangsa, TUHAN akan menjadi tempat perlindungan dan benteng bagi umat-Nya sendiri. Yehuda dan Yerusalem akan dipulihkan sepenuhnya dan didiami selamanya, menjadi kudus, sementara musuh-musuh mereka lenyap.
Kitab 1 Tawarikh ditulis setelah kembalinya bangsa Israel dari pembuangan, berfungsi untuk meneguhkan identitas dan harapan mereka. Fokus utama adalah garis keturunan yang sah, penggambaran Daud sebagai raja ideal, dan pentingnya pembangunan Bait Suci. Silsilah yang panjang menegaskan identitas bangsa, sementara narasi tentang pemerintahan Daud menunjukkan persatuan dan ibadah yang benar sebagai dasar harapan bagi masa depan Israel.
Kitab 1 Samuel mencatat transisi dari kepemimpinan hakim ke monarki di Israel, berfokus pada tokoh-tokoh utama seperti Samuel, Saul, dan Daud. Samuel, sebagai nabi dan hakim terakhir, memimpin Israel melawan Filistin. Saul, raja pertama, ditolak Tuhan karena ketidaktaatan, sementara Daud, yang diurapi sebagai raja baru, menghadapi berbagai tantangan dan pengkhianatan sebelum Saul tewas dalam pertempuran, membuka jalan bagi Daud untuk naik takhta.
Kitab 1 Raja-Raja mencatat sejarah Israel dari pemerintahan Raja Daud hingga pelayanan Nabi Elia, menggambarkan kemegahan dan perpecahan kerajaan. Raja Salomo memimpin Israel ke puncak kejayaan dengan membangun Bait Suci, tetapi ketidaktaatannya menyebabkan kemarahan Tuhan dan perpecahan kerajaan setelah kematiannya. Kerajaan terpecah menjadi Israel dan Yehuda, dengan konflik dan kemerosotan rohani yang mendominasi. Nabi Elia muncul untuk menantang penyembahan Baal yang dipromosikan oleh Raja Ahab dan Izebel, culminating in a dramatic confrontation on Mount Carmel.